Senin, 23 Januari 2012

PERANAN BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) DALAM MENOPANG PEMBANGUNAN DI INDONESIA

 OLEH : NARDI LUBIS
I.Latar Belakang
            Negara Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, merata materil dan juga spiritual.Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yaitu berkewajiban turut serta dalam semua sector kehidupan masyarakat.
            Sebagai Negara yang memiliki tujuan dan strategi, Indonesia menerapkan banyak hal yang harus dikerjakan untuk tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang matang disertai dengan pemerataan pembangunan yang tidak hanya terpatok pada suatu wilayah namun tersebar ke seluruh pelosok nusantara.
            Tumbuh kembangnya strategi pembangunan Indonesia sangat didukung oleh berbagai institusi yang dibangun oleh pemerintah yang secara bersama-sama berkoordinsasi untuk mencapai sasaran dari tujuan yang sudah direncanakan.Peran berbagai lembaga ikut ambil bagian dalam pengkoordinasian tersebut terutama sector perekonomian yang menjadi salah satu tolok ukur pertumbuhan kemajuan suatu Negara.Berbagai cabang dari strategi ekonomi memiliki kontribusi sendiri dalam mendukung kegiatan ekonomi, misalnya BUMN yang dimiliki oleh pihak pemerintah dalam kegiatan ekonomi nasional.
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) merupakan salah satu kegiatan ekonomi dalam system perekonomian nasional Indonesia disamping kegiatan yang dikelola pihak swasta dan juga usaha yang berbentuk usaha bersama atau yang sering disebut koperasi.Dalam melaksanakan peran masing-masing berbagai macam jenis usaha ini saling mendukung satu dengan yang lain berdasarkan demokrasi perekonomian Indonesia.
Perbankan yang merupakan pendorong perekonomian nasional menjadi salah satu sector dalam BUMN, seperti yang akan dibahas dalam makalah ini adalah PERANAN PT.BANK RAKYAT INDONESIA DALAM MENOPANG PEMBANGUNAN DI INDONESIA.Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dan pertumbuhan perekonomian nasional tidak terlepas dari peran serta dunia perbankan, yang sangat besar memberikan jasa-jasa kepada khalayak Indonesia, mulai dari kredit usaha kecil menengah ataupun kredit usaha lainya.Bahkan sebagai tempat penjaminan simpanan oleh masyarakat.

II.Permasalahan
            Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu perbankan nasional terbaik, yang mampu mersaing dalam industry perbankan nasional.BRI sebagai lembaga pembiayaan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat misalnya dalam usaha mikro kecil dan mengenah dalam menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.Bri juga mampu memberikan poelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja tersebar yang luas di Indonesia dan memiliki sasaran kedepan dalam pengembangan perekonomian masyarakat sebagai langkah awal pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.
            BRI sebagai salah satu perbankan terbesar di Indonesia memiliki kuantitas yang banyak dan juga tersebar hampir keseluruh pelosok nusantara.Kondisi tersebut memberikan peluang kepada pihak BRI untuk ber ekspansi dan juga kepada pihak masyarakat untuk lebih memanfaatkan kesempatan untuk memperluas jaringan usaha.
            Sebagai Bank pembiayaan yang dikenal dekat dengan masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah kebawah yang mayoritas tinggal di pedesaan, BRI sangat berkontribusi meningkatkan ekonomi rakyat, mulai dari sector pertanian, industry kecil dan mengah, industry kreatif dan lain-lain.Peran BRI dalam membangun perekonomian nasional ini tidak terlepas dari keprihatinan kondisi dilapangan, dimana secara mikro sebagian besar pelaku usaha masih memiliki tingkat aksebilitas yang rendah terhadap sumber-sumber permodalan.Hal ini terkait dengan berbagai factor, diantaranya tidak dapat menyediakan agunan fisik ataupun pihak-pihak lain yang dapat menjamin disamping biaya transaksi pinjaman yang dinilai sangat tinggi.Oleh karena itu, selama kurun waktu tertentu alokasi kredit yang disalurkan untuk sector perekonomian kecil masih relative kecil khususnya sector pertanian.
            Sebagai lembaga perbankan yang bertujuan untuk meningkatkan tarafr hidup masyarakat dengan tujuan akhir adalah pembangunan dan perrumbauhan ekonomi, BRI tidak hanya peduli dalam pembiayaan permodalan masyarakat tetapi juga banyak berkontribusi terhadap pembangunan sumber daya manusia, kepedulian terhdapa lingkungan hidup bahkan dalam kegiatan soaial lainya.Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dibahas bagaimana peran BRI dalam menopang pembangunan di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
             Perekonomian dunia pada masa sekarang berada dalam kondisi yang mengkwatirkan.Sistem pererkonomian liberal/kapitalis yang menjadi pemegang kuat dalam perekonomian dunia, satu persatu mengalami masa resesi.Tahun 2008 menjadi bukti dari kegagalan system kapitalisme, yang berawal dari kredit macet di Amerika Serikat yang menghancurkan keuangan Negara adidaya tersebut.Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menurun terbukti dari banyaknya masyarakat yang lebih memilih menarik uang mereka dari perbankan yang mengakibatkan perbankan mengalami kekurangan likuiditas.
            Indonesia yang merupakan Negara yang tdiak lepas dari cengkraman system kapitalis mengalami dampak dari kondisi perekonomian AS yang merupakan salah satu Negara mitra dagang Indonesia  terutama penurunan kuantitas ekspor Indonesia terhadap AS.
Sebagai Negara berkembang, Indonesia juga telah menggunakan system perbankan yang menjadi penopang perekonomian Indonesia.Krisis ekonomi Amerika Serikat berdampak terhadap ketidakpercayaan Indonesia terhadap perbankan nasional, katakana saja Bank Century yang terimbas dari krisis yang sedang berlangsung.Bank Century menjadi salah satu lembaga perbankan yang kekurangan liquiditas sehingga Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus turun tangan memberikan dana talangan supaya kondisi tersebut tidak berdampak sistemik terhadap perbankan lainya.
Pertumbuhan ekonomi  Indonesia pada tahun tersebut masih dalam kondisi yang cukup baik, yakni masih dalam keadaan yang positif tidak seperti Negara-negara lain yang justru minus, hal ini menandakan bahwa Indonesia mampu dan bisa bertahan dari imbas tersebut.Setelah diselidiki ternyata Indonesia bias bertahan dari krisis adalah adanya sector yang menopang perekonomian Indonesia yakni sector UMKM (Usaha MIkro Kecil Menengah ).
Berkembang pesatnya sector UMKM tidak terlepas dari peran serta lembaga perbankan di Indonesia.Salah satu Bank yang sangat mendukung eksistensi dari UMKM itu sendiri adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Tidak hanya dalam sector UMKM, BRI sebagai salah satu bank terbesar milik Negara (BUMN) BRI juga berperan dalam pembentukan dan pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia, dapat dilihat dari peranya terhadap dunia pendidikan Indonesia misalnya keterlibatan BRI dalam mempermudah mahasiswa dalam membayar uanga kuliah seperti UGM.
BRI memiliki kantor cabang yang jumlahnya cukup banyak, sehingga secara langsung akan menyedot tenaga kerja terdidik dan terampil, hal ini akan berdampak terhadap berkurangya jumlah pengangguran di Indonesia.
BRI sebagai bank yang berpihak kepada kepentingan masyarakat yang ditunjuk pemerintah, banyak memberikan sumbangsih langssung kepada anak didik Indonesia misalnya dalam pemebrian beasiswa langsung kepada anak-anak yang kuarang mampu secara financial, bahkan anak-anak yang memiliki prestasi yang bagus.
PEMBAHASAN
I.Mengenal Bank Rakyat Indonesia
A.Sejarah Singkat Bank Rakyat Indonesia
            Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.
            Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini
B.Peran dan Fungsi Bank Rakyat Indonesia
a.Fungsi Bank Rakyat Indonesia
Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa fungsi bank itu adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkan. Bank disebut sebagai lembaga kepercayaan, karena bank harus dapat dipercayai oleh masyarakat sehingga mereka yakin untuk menyimpan uangnya di bank. Demikian juga sebaliknya, masyarakat yang menerima dana dari bank juga harus benar-benar dapat dipercaya sehingga pada waktunya dana itu dapat kembali baik pokok maupun bunga sesuai dengan yang
b.Peranan Bank Rakyat Indonesia
·         Peran BRI Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Kecil adalah Peluang Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan Usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha menengah atau Usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Perkembangan sektor UMKM selama ini sungguh menggembirakan. Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM semakin Nampak khususnya sejak krisis tahun 1997. Di tengah-tengah proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN dan usaha lainya yang berlangsung lamban, sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, kemajuan yang dicapai dalam restrukturisasi di sektor keuangan, khususnya industri perbankan, telah pula mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan dengan tingkat pertumbuhan dan porsi yang lebih besar untuk UMKM. Perkembangan inilah yang menjadi pendorong bagi peningkatan pertumbuhan dan peran sektor UMKM dalam perekonomian nasional. Ke depan, momentum ini harus dipertahankan dan ditingkatkan.Pertumbuhan dan peran sektor UMKM di dalam perekonomian nasional harus terus ditingkatkan, tidak saja karena ketangguhannya dalam menghadapi berbagai kejutan ekonomi tetapi juga kemampuannya yang lebih besar dalam menyediakan lapangan kerja dan mengatasi masalah kemiskinan. Apalagi dengan komitmen dan strategi yang lebih kuat dari Pemerintah yang baru, iklim investasi dan kegairahan usaha dalamperekonomian nasional, termasuk sector UMKM, diyakini akan jauh lebih baik. Optimisme prospek perkembangan sektor UMKM ke depan seperti ini jelas memerlukan penguatan peran dan strategi pembiayaan, khususnya dari industry perbankan, dalam hal ini adalah BRI untuk mendukungnya.Makalah ini mencoba mengemukakan beberapa pokok pemikiran mengenai perkembangan selama ini dan strategi pembiayaan sektor UMKM ke depan oleh perbankan. Pertama-tama akan diulas secara ringkas perkembangan pembiayaan sektor UMKM selama ini, dengan menekankan sejumlah perubahan struktural dalam ekonomi dan keuangan di Indonesia yang menjadi pendorongnya.
Selanjutnya disampaikan prospek pembiayaan sektor UMKM, yang diikuti dengan beberapa agenda penting untuk penguatan kebijakan pengembangan sektor UMKM ke depan. Pemaparannya
lebih ditekankan pada pemikiran konseptual strategis pada arah kebijakan pembiayaan sektor UMKM ke depan, dengan merujuk beberapa pemikiran dari sejumlah studi yang dipandang relevan
Dalam perkembanganya sebagai penopang ekonomi bangsa, UMKM tidak terlepas dari peran serta perbankan.Perbankan menjadi pihak yang sangat berperan penting dalam eksistensi usaha UMKM.Sebagai salah satu perbankan terbesar di Indonesia, BRI tidak lepas dari keterlibatanya dalam menopang perekonomian Indonesia.
Sejak beberapa bulan terakhir ini, kondisi pereknomian global semakin tidak menentu, bahkan banyak kalangan memprediksikan akan terjadnya resesi ekonomi global. Krisis yang bermula dari ‘sekedar’ krisis KPR di Amerika sekarang mermbet berpotensi  krisis sistemik baik di Amerika maupun  Eropa, bahkan tidak hanya disebabkan oleh kegagalan membayar dari AS, tetapi juga disebabkan oleh meningkatnya utang Negara-negara di Eropa yang mengakibatkan ketidakbergairahan perekonomian Eopa khususnya yang diperkirakan akan berdampak terhadp perekonomian global.Penyelesaian hal hal yang menjadi pokok permasalahan perekonomian di kedua area tersebut masih jauh dari final.  Dampak dari krisis ekonomi tersebut mulai merambat ke negara negara lain, terutama negara negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada pertumbuhan ekspor ke Amerika  dan Eropa.
Ditengah situasi global yang suram  tersebut,  perekonomian Indonesia dianggap masih mampu melewati perlambatan ekonomi global. Hal ini disebabkan lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi Indonesia ditunjang oleh kekuatan pasar domestik. Akan ada perlambatan pertumbuhan ekonomi, tetapi perlambatan tersebut diperkirakan tidak sebesar perlambatan yang terjadi pada Negara negara yang perekonomianya sangat berrientasi ekspor.Kondisi perekonomian Indonesia yang masih terlihat sangat aktraktif dalam kekuatan pasar domestik memberikan peluang pertumbuhan bisnis bagi bank yang mempunyai pengalaman dan komitmen terhadap pengembangan perekonomian domestik, terutama dalam pengembanganUMKM.Dengan gencarnya perbankan dalam membantu pembiayaan pendanaan UMKM telah secara tidak langsung menjadi strategi Indonesia untuk lepas dari imbas krisis tersebut, bahkan telah menjadikan Indonesia menjadi salah satu Negara yang tetap eksis pertumbuhanya dan mampu melewati krisis . BRI sebagai bank yang secara konsisten memfokuskan bisnisnya pada pengembangan UMKM mempunyai posisi yang sangat tepat dalam situasi perekonomian global dan peluang pengembangan bisnis domestik. Karena fokusnya terhadap pengembangan pasar domestik , BRI relatif terliundungi dari dampak fluktuasi perekonomian global karena eksposur BRI terhadap aktiva dan liabilitas valas sangat kecil. Disisi lain , karena fokusnya yang konsisten BRI mempunyai keunggulan kompetitif dalam mengembangkan bisnisnya di sektor UMKM  terutama segmen mikro.
Dalam rangka menggali lebih dalam potensi bisnis di segmen mikro, serta sekaligus memperluas jangkauan pelayanan kepada segmen mikro, sejak akhir tahun 2009 BRI telah mengembangkan teras BRI. Sejak dimulai semapai dengan akhir Juni 2011, jumlah Teras BRI mencapai 969 unit tersebar di seluruh wilayah kerja BRI. Teras BRI adalah ‘perpanjangan tangan’  BRI Unit untuk menggarap pasar tradisional dan pengusaha mikro lainnya disekitar pasar tradisional. Dengan adanya Teras BRI ini maka Bank BRI benar-benar telah masuk ke grass root economy yang  belum banyak disentuh oleh perbankan. Semua layanan di Teras BRI dilakukan secara real time online sebagaimana juga di BRI Unit.  Hingga saat ini outlet Bank BRI berjumlah 7.374 outlet yang terdiri dari  18 Kanwil,  423 Kanca, 475 KCP, 4.690 BRI Unit,  929 Teras BRI dan  838 Kantor Kas.Untuk mendukung ekspansi di grass root economy ini, Bank BRI menyediakan layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sampai dengan 31 Agustus 2011 sesuai data dari Kantor Menko Perekonomian , Bank BRI masih mendominasi penyaluran KUR sebesar  Rp.34,4 triliun atau 62,77% dari seluruh KUR yang disalurkan  bank-bank penyalur KUR. Begitupun dari sisi jumlah debitur KUR, nasabah KUR Bank BRI berjumlah 4.893.260 orang atau 94,09% dari jumlahdebitur KUR Nasional.
Upaya Bank BRI memberikan kemudahan dan kedekatan kepada para nasabahnya tidak hanya dilakukan dengan pembukaan outlet-outlet baru, namun Bank BRI juga melakukan penambahan  jaringan e-channel. Per Juni 2011 jaringan e-channel Bank BRI terdiri dari 1.861 ATM, 5 Kios, 50 CDM dan 3.780 EDC. Adanya e-channel  ini memberikan kontribusi bagi peningkatan fee based income Bank BRI . Per Juni 2011 Fee Based Income Bank BRI  mencapai Rp 1,587 triliun atau 30 % meningkat dari tahun lalu (yoy) dimana di dalamnya terdapat peningkatan ATM fee 48,9%(yoy).Sebagai bagian untuk memberikan layanan lengkap kepada nasabahnya, Bank BRI menyediakan  kredit korporasi. Kredit Korporasi  Bank BRI lebih menekankan kepada upaya penciptaan  kesempatan bisnis  bagi UMKM.  Per Juni 2011 kredit korporasi Bank BRI mencapai Rp.265,8 triliun  dengan komposisi  kredit kepada BUMN 32,52% dan non BUMN 20,01%.
Usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan tulang punggung perekonomian nasional. Diperkirakan bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia atau sebanyak 120 juta jiwa menggantungkan mata pencahariannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada kegiatan usaha berskala mikro, kecil maupun menengah.Data menunjukkan bahwa jumlah UMKM di seluruh Indonesia mencapai sekitar 48 juta unit usaha. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 35% unit usaha yang memiliki akses ke kredit perbankan.Potensi pertumbuhan UMKM itu sendiri sesungguhnya amat luar biasa. Potensi UMKM dalam menyerap tenaga kerja juga sangat besar, dengan perkiraan kontribusi terhadap pencapaian Produk Domestik Bruto (PDB)
nasional sekitar 53%.Permasalahannya adalah begitu banyaknya UMKM yang feasible dari sudut pandang bisnis, namun tidak bankable karena tidak memiliki agunan cukup, tidak menjalankan pembukuan sebagaimana lazimnya perusahaan mapan, atau kurang memiliki pengetahuan mengenai konsep perbankan dan cara memperoleh kredit. Menyadari hal ini pemerintah melakukan terobosan dengan mengembangkan skema Kredit Usaha Rakyat atau bisa dikenal dengan sebutan KUR. Skema ini ditujukan untuk pengembangan usaha Mikro, Kecil dan Koperasi, dengan menggunakan dana bank serta ditunjang oleh jaminan dari lembaga penjaminan kredit.Hingga akhir tahun 2008, secara nasional realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp12,6 triliun lebih, mencakup jumlah debitur KUR sebanyak 1.671.668 orang.
BRI menyalurkan lebih dari Rp9,2 triliun kepada 1.615.973 debitur, hal ini berarti, dilihat dari rupiah penyaluran kredit, BRI menguasai 73% pangsa pasar KUR, tetapi apabila dicermati dari sisi debitur yang telah terlayani dengan KUR, porsi BRI adalah lebih dari 95%. Manfaat KUR begitu besar bagi perekonomian rakyat,memperkokoh tulang punggung dan sendi-sendi perekonomian nasional, menggalang pendapatan dan pertumbuhan bagi jutaan rumah tangga, lagipula sangat menguntungkan bagi bisnis perbankan.
·         BRI sebagai Pihak Penyambung Kegiatan Usaha UMKM Terhadap Sumber Pendanaan.
Perkembangan sektor UMKM yang demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan dapat mewujudkan usaha menengah yang tangguh, seperti yang terjadi saat perkembangan usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan. Namun, disisi yang lain UMKM juga masih dihadapkan pada masalah mendasar yang secara garis besar mencakup: pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, kedua, masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha, serta ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari lembaga-lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan.
Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM khususnya pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM) terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan, menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga berkembang dalam bentuk unit-unit simpan pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain.
Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini kemudian disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Namun sangat disayangkan, bahwa keberadaan LKM belum mendapat tempat yang jelas dalam perekonomian nasional sebagaimana lembaga keuangan lainnya seperti perbankan (termasuk didalamnya BRI unit dan BPR), asuransi, perusahaan pembiayaan. Keberadaan perbankan telah diatur secara jelas dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dengan Bank Indonesia sebagai motor penggeraknya, bahkan terdapat penjaminan oleh pemerintah berupa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang semakin mengukuhkan keberadaan perbankan. Kondisi ini akan jauh berbeda bila dibandingkan dengan keberadaan LKM yang telah jelas mempunyai kontribusi pada pelaku UKM yang peranannya dalam PDB sangat besar.
Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini lebih menitikberatkan bentuk-bentuk transfer atau subsidi, padahal dalam rantai kemiskinan tidak selalu harus diatasi dengan cara tersebut. Aspek yang lebih penting adalah memutus mata rantai kemiskinan yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat miskin menjadi produktif, yang dalam pepatah disebut “jangan berikan umpannya tapi berikanlah kailnya”, sehingga sangat relevan jika mengupayakan LKM sebagai salah satu pilar sistem keuangan nasional.
Lembaga keuangan mempunyai fungsi sebagai intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik, maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha.
Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin.
Pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung maupun tak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari pemerintah misalnya, program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana, maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk micro credit.
Secara hipotesis, kaitan antara pemberdayaan kredit mikro dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena menjadi pengusaha atau karena trickle down effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro (Krisna Wijaya: 2005).
Menurut Marguiret Robinson (2000), pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu upaya yang ampuh dalam menangani kemiskinan. Hal tersebut didasarkan bahwa pada masyarakat miskin sebenarnya terdapat perbedaan klasifikasi diantara mereka, yang mencakup: pertama, masyarakat yang sangat miskin (the extreme poor) yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor), dan ketiga, masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income) yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak.
Pendekatan yang dipakai dalam rangka pengentasan kemiskinan tentu berbeda-beda untuk ketiga kelompok masyarakat tersebut agar sasaran pengentasan kemiskinan tercapai. Bagi kelompok pertama akan lebih tepat jika digunakan pendekatan langsung berupa program pangan, subsidi atau penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi kelompok kedua dan ketiga, lebih efektif jika digunakan pendekatan tidak langsung misalnya penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan UKM, pengembangan berbagai jenis pinjaman mikro atau mensinergikan UKM dengan para pelaku Usaha Menengah maupun Besar.


Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro, kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran dan manajemen.
Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir dari program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan November 2007, akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan Maret 2008. KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil dan mikro yang disalurkan melalui BRI Unit
Sebagai salah satu perbankan terbesar di Indonesia Bank Rakyat Indonesia Unit (BRI Unit) merupakan salah satu dari unit kerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang melayani kegiatan usaha perbankan pada segmen mikro. Secara struktural BRI Unit berada di level paling bawah dalam struktur organisasi BRI. Unit kerja yang berada di atas BRI Unit secara berturut-turut adalah Kantor Cabang, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat. Formasi standar pekerja di BRI Unit cukup sederhana, yaitu terdiri dari empat fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah Kepala Unit, Mantri, Teller dan Deskman yang harus ditangani minimal oleh empat orang pekerja, yang merupakan jumlah standar pekerja di BRI Unit.
BRI Unit yang sebelumnya bernama BRI Unit Desa, pertama sekali dibentuk pada tahun 1969, berkaitan dengan program Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan program pemerintah. Peran BRI Unit Desa dalam program Bimas tersebut adalah sebagai pemberi modal kepada petani di wilayah pedesaan. Dana yang disalurkan BRI Unit kepada petani ini berasal dari dana pemerintah, dalam hal ini BRI melalui BRI Unit Desa hanya berfungsi sebagai agen pemerintah (Agent of Development).
Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi keuangan dan perbankan, diantaranya diberi kemudahan persyaratan untuk mendirikan sebuah bank dan setiap bank dapat menentukan sendiri tingkat suku bunga produknya. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh BRI tentang keberadaan BRI Unit Desa yaitu dengan merubah fungsi BRI Unit Desa yang semula keberadaannya hanya berfungsi sebagai agen pemerintah dalam penyaluran kredit Bimas menjadi Lembaga Perantara Keuangan Pedesaan (Commercial Rural Financial Intermediary). Lokasi BRI Unit Desa yang semula lebih banyak didirikan di daerah pertanian atau persawahan, mulai direalokasikan ke sentra-sentra perekonomian di wilayah setempat. Sejak tahun 1984 nama BRI Unit Desa diganti dengan nama yang lebih komersial yaitu BRI Unit, dengan tidak hanya melayani masyarakat pedesaan juga perkotaan dan mulai menyalurkan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) yang pendekatannya mengarah ke komersial, selain itu juga mengukuhkan BRI sebagai bank komersial yang memfokuskan usahanya pada usaha mikro, kecil dan menengah.
Sebagai lembaga keuangan perbankan pada umumnya melakukan kegiatan pelayanan pinjaman simpanan dan juga pelayanan jasa perbankan lainnya, seperti transfer, kliring, inkaso payment point dan money changer. Khusus pelayanan pinjaman di BRI Unit disalurkan melalui Kupedes yang merupakan kredit bersifat umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan usaha mikro yang layak.
Pada akhir tahun 2007 pemerintah mengeluarkan program KUR, program KUR ini sedikit diadaptasi oleh pemerintah Indonesia dari Grameen Bank (Bank Pedesaan) yang pertama kali didirikan di Bangladesh pada tahun 1976. Grameen Bank ini didirikan oleh Muhammad Yunus yang menerima hadiah Nobel perdamaian pada tanggal 13 Oktober 2006. Grameen Bank merupakan sebuah organisasi kredit mikro yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa memerlukan agunan dan membuat sistem perbankan berdasarkan saling percaya. Konsep Grameen Bank ini sudah diterapkan dibeberapa negara contohnya adalah Malaysia dan Filipina. Konsep ini pun akhirnya direalisasikan oleh Indonesia dengan mengeluarkan program KUR yang merupakan langkah nyata dalam membantu pengusaha mikro kecil dan menengah dalam pemberian kredit mikro.
KUR yang disalurkan melalui BRI sebagai salah satu bank pelaksana yang merupakan fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang usahanya cukup layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak perbankan. Program KUR bertujuan untuk meningkatkan perekonomian khususnya di bidang usaha mikro, kecil dan menengah, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. KUR dimulai dengan adanya Keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 maret 2007 bertempat di kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM. Salah satu agenda keputusannya antara lain, dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada kredit atau pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas perusahaan penjamin. Dengan demikian UMKM dan koperasi yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses kredit atau pembiayaan dari perbankan karena kekurangan agunan dapat diatasi. KUR baru dilaksanakan oleh BRI pada bulan Maret 2008, dan saat ini hanya dilaksanakan oleh BRI Unit. KUR terbagi menjadi dua yaitu KUR Retail dan KUR Mikro. KUR Retail maksimum plafond adalah sebesar Rp.500 juta, sedangkan untuk KUR Mikro maksimum plafond adalah sebesar lima juta rupiah. Saat ini BRI hanya mengeluarkan KUR dengan maksimum plafond sebesar lima juta rupiah yang hanya dilakukan oleh BRI Unit, sedangkan KUR retail belum dilakukan oleh BRI.
Setelah dana direalisasikan oleh pihak bank, pihak peminjam berkewajiban mengembalikan kredit berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati bersama. Jangka waktu kredit terbagi tiga, yaitu :
1. Kredit jangka pendek, berjangka waktu satu tahun.
2. Kredit jangka menengah, berjangka waktu antara satu tahun sampai dengan tiga tahun.
3. Kredit jangka panjang, berjangka waktu lebih dari tiga tahun.
Dalam pemberian kredit, pihak peminjam diharuskan memberikan agunan (pinjaman) kepada pihak bank. Barang yang menjadi agunan biasanya adalah surat-surat berharga seperti sertifikat rumah atau sertifikat tanah, sedangkan untuk Kretap agunannya adalah SK kerja. Khusus untuk KUR pihak peminjam tidak perlu memberikan agunan karena KUR merupakan kredit atau pinjaman tanpa agunan dan dijamin oleh pemerintah. Dalam KUR pihak peminjam dikenakan bunga pinjaman dalam pengembalian kredit, yaitu sebesar 1,125 persen per bulan. Pemerintah menjamin kredit apabila ternyata kredit yang disalurkan macet melalui perusahaan asuransi BUMN, yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana Pembinaan Usaha (SPU). Kedua perusahaan itu menanggung kredit macet hingga 70 persen.
Unit Usaha Syariah BRI
Unit Usaha Syariah diawali dengan dioperasikannya 2 (dua) Kantor Cabang BRI Syariah di Jakarta dan Serang pada tanggal 14 April 2002. Sampai dengan akhir tahun 2008 BRI Syariah telah memiliki 27 Kantor Cabang BRI Syariah dan 18 Kantor Cabang Pembantu BRI Syariah yang tersebar di seluruh Indonesia.Dalam rangka mengantisipasi perkembangan bisnis syariah ke depan, meningkatkan kinerja dan memperkuat daya saing BRI khususnya dalam segmen usaha syariah, serta dengan memperhatikan perlunya pengelolaan bisnis perbankan syariah secara lebih terfokus, manajemen BRI memutuskan untuk memisahkan/spin off Unit Usaha Syariah (UUS) BRI.Melalui spin off, UUS BRI akan digabungkan ke dalam Bank Syariah BRI (BSB), yang merupakan hasil konversi Bank Jasa Arta (BJA) menjadi Bank Umum Syariah.Konversi dimaksud telah mendapatkan ijin dariBank Indonesia pada tanggal 16 Oktober 2008, sehingga sejak tanggal tersebut BRI telah memiliki anak perusahaan Bank Umum Syariah. Selanjutnya diharapkan BSB dapat tumbuh lebih cepat, sehingga dapat turut mendukung pertumbuhan perbankan syariah yang kuat di Indonesia.Ke depan, sesuai dengan visinya untuk menjadi bank
Syariah ritel modern terkemuka, Bank BRI Syariah akan mengembangkan sinergi positif dengan BRI dengan memanfaatkan jaringan kerja BRI sebagai office chanelling dalam mengembangkan bisnis yang berfokus kepada usaha mikro, kecil dan menengah.
Bisnis Kelembagaan BRI
            Dalam menunjang bisnis kepada lembaga-lembaga Pemerintah maupun swasta, BRI mengembangkan peluang bisnis untuk sektor-sektor strategis baik di bidang agribisnis maupun non-agribisnis seperti infrastruktur, listrik, telekomunikasi, pupuk, lembaga pendidikan, yayasan dan dana pension serta bekerjasama dengan Instansi Pemerintah di pusat maupun daerah dengan menciptakan, mengembangkan, memasarkan dan melakukan monitoring kepada institusi-institusi yang mempunyai potensi bisnis baik dalam pendanaan maupun pembiayaan.

Untuk mendukung jalannya bisnis tersebut, pada tahun 2007 dibentuk Direktorat Bisnis Kelembagaan dengan tujuan agar pengerahan dan penyaluran dana BUMN, perusahaan swasta dan instansi Pemerintah dapat dilakukan secara terfokus dan optimal.Dalam upaya menangkap peluang penggalangan dana dan peningkatan fee-based income dari existing nasabah dalam bisnis institutional banking, BRI secara khusus menawarkan produk/rancangan manajemen keuangan yang sesuai dengan karakteristik transaksi keuangan nasabah.
Produk Pinjaman
Pada tahun 2008, BRI memberikan fasilitas kredit kepada beberapa BUMN untuk membantu pembiayaan kepada instansi-instansi dan pengembangan proyekproyek yang tengah dikerjakan, antara lain melalui fasilitas pinjaman Cash Loan (Kredit Modal Kerja, KMK Konstruksi, KMK Impor dan Kredit Investasi) dan Non Cash Loan (L/C, Bank Garansi, SKBDN dan Stand-by LC) kepada beberapa perusahaan yang bergerak di bidang pertanian industri gula, pupuk, infrastruktur, listrik, transportasi, BBM dan sektor produktif lainnya.
Saat ini terdapat 46 BUMN dan anak perusahaanBUMN yang telah menjadi nasabah BRI. Pertumbuhan pembiayaan kelembagaan/BUMN pada tahun 2008 didukung oleh penerapan beberapa strategi, antara lain:
v  Melakukan pendekatan kepada BUMN yang telah menjadi nasabah BRI untuk semakin maksimal memanfaatkan jasa layanan BRI;
v  Membangun linkage antara BUMN nasabah BRI dengan BUMN yang belum menjadi nasabah BRI.Dengan hal ini diharapkan akan membuka peluang untuk dapat melayani BUMN dan anak perusahaan yang belum menjadi nasabah agar menggunakan jasa perbankan BRI;
v  Mengadakan pendekatan secara langsung dengan BUMN yang belum menjadi nasabah khususnya yang dinilai memiliki prospek bisnis yang baik;
v  Mengadakan seminar, gathering dan pertemuan dengan manajemen BUMN dan anak perusahaannya sehingga memberikan gambaran tentang keuntungan dan kemudahan menggunakan jasa layanan BRI;
v  Bekerjasama dengan Kantor Wilayah dan Kantor Cabang BRI di seluruh Indonesia untuk secara maksimal memberikan pelayanan kepada BUMN mengingat lokasi BUMN yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Produk Pendanaan
Bisnis Kelembagaan menjadi sumber pendanaan bagi BRI dalam bentuk Giro dan Deposito Berjangka yang diperoleh dari simpanan dari beberapa instansi Pemerintah, BUMN/BUMD, lembaga swasta, lembaga Pemerintah dan dana pensiun. Selain itu BRI juga memberikan layanan pengelolaan dana, baik melalui kerjasama khusus maupun penerapan Cash Management System untuk BUMN antara lain adalah: PLN, Pertamina, Angkasapura I dan II, Bulog, Pegadaian, Pusri, Telkom dan Telkomsel, serta Taspen. Kerjasama dengan BUMN juga dilakukan melalui penyediaan jasa bank lainnya untuk memperoleh fee-based income, misalnya berupa kerjasama salary crediting, pembayaran tagihan listrik dan telepon.
Rencana Pengembangan
Strategi yang ditempuh untuk pengembangan Bisnis Kelembagaan diantaranya adalah:
v  Melakukan ekspansi kredit khususnya kepada BUMN sektor infrastruktur, industri strategis yang mendorong perkembangan sektor riil, sektorfarmasi, dan sektor pertambangan;
v  Menjaga hubungan dengan BUMN yang telah menjadi debitur untuk mengoptimalkan penggunaan jasa perbankan BRI;
v  Melakukan kerjasama pengelolaan dana BUMN, baik yang telah menjadi nasabah BRI maupun yang belum dengan melakukan implementasi Cash Management System maupun kerjasama operasional keuangan lainnya seperti system pembelian BBM Pertamina, sistem pembelian pupuk, sistem pembayaran tagihan telepon dan telepon seluler, dan sebagainya.
Peranan BRI Dalam Pendidikan di Indonesia
Sebagai salah satu bank yang berfokus keada keentingan masyarakat, BRI sangat bereran enting dalam mekanisme embentukan karakter bangsa, yakni eranya dalam bidang endidikan, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk memperkirakan penyaluran program BRI Peduli Pendidikan bisa mencapaiRp30 miliar pada tahun 2o1o. Nilai program pendidikan BRI itu sekitar 50% dari total Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) yang bergerak di kisaran Rp40 miliar-Rp60 miliar. rogram BRI Peduli Pendidikan tersebut terdiri dari penyaluran beasiswa, bantuan infrastruktur, serta bentuk kerja sama lain baik dengan Kementerian Pendidikan Nasional maupun dengan lembaga pendidikan secara langsung.Pada tahun lalu, perseroan menyalurkan Rp26,82 miliar melalui program BRI Peduli Pendidikan, sedangkan pada 2009 mencapai Rp17,31 milia.
Bukan hanya dalam bentuk bantuan, untuk meningkatkan endidikan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Perihal  Penerimaan Pembayaran Setoran Mahasiswa  Melalui Jaringan Pelayanan BRI.  Ruang lingkup Perjanjian Kerjasama ini adalah tentang pengelolaan penerimaan pembayaran biaya penyelenggaraan pendidikan Mahasiswa melalui jaringan Pelayanan BRI baik, contohnya bagi Mahasiswa UGM maupun bagi para calon Mahasiswa.  Layanan BRI tersebut dikenal dengan nama Layanan Spp On-Line BRI
Dengan layanan Spp On-Line BRI tersebut diharapkan mahasiswa atau calon Mahasiswa serta keluarganya dapat dengan mudah melakukan pembayaran biaya kuliah melalui seluruh Kantor Operasional BRI yang pada saat ini berjumlah lebih dari 7.274 Kantor dan seluruhnya telah terhubung dengan jaringan Real Time On-Line serta di lebih dari 6.785 ATM BRI yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.  Dengan adanya jaringan operasional yang sangat luas dan Real Time On-Line serta ditambah dengan system yang sangat fleksibel yaitu dapat dibayarkan oleh keluarganya baik secara tunai maupun Over Booking,  maka biaya pendidikan (Spp) dapat dibayarkan secara mudah, cepat, tepat waktu dan tepat jumlah yang pada akhirnya akan memperlancar proses pembelajaran bagi Mahasiswa itu sendiri.
Bagi BRI, Kerjasama ini merupakan kesempatan yang sangat bernilai, baik secara history maupun secara bisnis, Selain itu dengan dukungan Jaringan Real Time On-Line BRI, dimana pergerakan atau mutasi keuangan yang dilakukan dapat dimonitor secara langsung oleh Managemen universitas yang bersangkutan  melalui sarana Cash Management BRI, maka diharapkan pengelolaan keuangan  universitas dapat dilakukan secara akurat, transparan, akuntabel dan dapat dipertanggung jawabkan.Di sisi lain komitmen PT Bank Rakyat Indonesia  dalam membantu perkembangan pendidikan nasional tidak diragukan lagi.
Selain aktif membuka jaringan layanan di kampus-kampus dan kementerian pendidikan, Bank BRI juga terus meningkatkan penetrasi beasiswa langsung kepada peserta didik.
Beasiswa reguler berprestasi periode 2011-2012 untuk mahasiswa berprestasi namun berasal dari keluarga kurang mampu, sejak tahun 2006 telah di  salurkan sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per bulan kepada mahasiswa berprestasi yang berasal dari keluarga kurang mampu. Awalmya, diberikan hanya untuk 1.341 mahasiswa di 23 Perguruan Tinggi Negeri seluruh Indonesia. Namun kini menjadi 5.330 mahasiswa dengan jumlah Perguruan Tinggi sebanyak 169 untuk periode tahun 2011 -2012 dengan besaran beasiswa Rp 400 ribu per bulan  untuk 1 tahun.
Total dana yang akan disalurkan untuk Program Beasiswa Reguler Berprestasi Periode Tahun 2011-2012 sebesar Rp 25,6 miliar untuk 169 PTN/S dengan jumlah mahasiswa sebanyak 5.330 orang.Persyaratan calon penerima beasiswa, mahasiswa  regular/non extention program Strata–1 (S1) dan Diploma-3 (D3) yang berprestasi namun secara ekonomi kurang mampu.Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 2,70 (dua koma tujuh nol).
Dari sisi usia, mahasiswa tersebut tidak boleh lebih dari 23 (dua puluh tiga) tahun.Telah menyelesaikan sekurang-kurangnya 2 (dua) semester. Tidak bekerja atau berada dalam status ikatan dinas. Tidak sedang memperoleh Beasiswa dari pihak lain. Berkelakuan baik dan tidak terlibat narkoba. Dia juga harus memperoleh rekomendasi dari perguruan tinggi yang bersangkutan
I.Kesimpulan
Pembangunan Indonesia tidak terlepas dari peran serta dunia perbankan, bahkan dalam bidang perekonomian menjadi salah satu yang paling berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.Salah satunya yang paling banyak dibahas adalah peran BRI dalam sector UMKM.Bertahanya Indonesia dari terjangan krisis ekonomi global tidak terlepas dari peran serta UMKM.Eksistensi UMKM juga tidak terlepas dari peran serta dunia perbankan yang memberikan kecukupan modal kepada pihak yang ingin eksis dalam bisnis ataupun usaha UMKM.Jadi dapat disimpulkan bahwa BRI sangat berperan dalam membangun perekonomian Indonesia dan juga turut dalam pemberdayaan Sumber Daya Manusia melalui penyedotan tenaga kerja, bahkan ikut dalam proses pembentukan karakter bangsa melalui keterlibatanya dalam masalah pendidikan.Dalam bidang social, BRI juga ikut ambil bagian, dengan menjalin kerjasama dengan mitra usaha lainya.Bahakan dalam kepedulianterhadapa social juga BRI berperan penting.
II.Saran
Kinerja BRI selama ini dinilai sudah cukup berperan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia, untuk lebih  membangun bangasa Indonesia, kedepanya BRI lebih mempermudah pengucuran kredit dan mempermudah birokrasi pengurusanya.
Dalam pemberian tanggung jawab social juga supaya lebih berkomitmen lagi dan jangkauanya merata sampai kepelosok nusantara, agar tidak terjadi ketidaksamarataan khususnya masyarakat yang berada di wilayah bagian timur Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim,1997, “Prospek BUMN dan kepentingan umum,” Citra Adidaya:Bandung
“DINAMIKA PENGEMBANGAN UMKM DI INDONESIA”
Ni Putu Wiwin Setyari
“PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN SEKTOR UMKM
PERKEMBANGAN DAN STRATEGI KE DEPAN”
Dr. Perry Warjiyo, MSc.
“KREDIT USAHA RAKYAT (KUR), HARAPAN DAN TANTANGAN”
Djoko Retnadi
Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia”
Jurnal Bank Indonesia
“LAPORAN TAHUNAN BRI”
            Jurnal BRI
TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY”
            Jurnal bank Indonesia

“ DAMPAK KRISIS FINANSIAL GLOBAL TERHADAP SEKTOR EKONOMI DAN PERBANKAN
 Ruddy N Sasadara

PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN EKSPOR


PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN EKSPOR

OLEH: NARDI LUBIS
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan perekonomian suatu Negara pada era ini.Tidak dapat dipungkiri juga kesejahteraan suatu Negara hanya dapat diukur dari seberapa besar sebuah Negara mampu menciptakan perekonomian yang semakin bertumbuh dengan baik.Indonesia sebagai Negara yang sedang membangun tidak terlepas dari kondisi ini, banyak yang ditargetkan oleh masyarakat khususnya pemerintah untuk menciptakan perekonomian yang matang baik itu yang bersinergi dari internal maupun eksternal.
Indicator-indikator keberhasilan perekonomian Indonesia  salah satunya dapat dilihat dari sisi fundamental ekonomi makro seperti tingkat pengangguran, inflasi, bahkan pertumbuhan ekonomi sendiri dari GDP dan juga factor-faktor lainya.
Perdagangan internasional juga merupakan salah satu factor penting yang memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, melalui perdagangan internasional terjalin hubungan yang bisa saling mempengaruhi antar satu Negara dengan Negara lainya dengan kebutuhan masing-masing Negara dan juga dengan target keuntungan yang akan didapatkan dari kerjasama yang dilakukan.Perdagangan yang dilakukan tersebut sering dikatakan proses pertukaran barang dan jasa oleh suatu Negara dengan Negara lain dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri ataupun hanya untuk mencari keuntungan semata.Proses tersebut lazim disebut sebagai Ekspor-Impor
Nilai total ekspor bulan Mei 2011 mencapai 18,33 miliar dollar AS. Nilai tersebut merupakan rekor yang tertinggi sepanjang sejarah ekspor Indonesia.Bahwa ini rekor terbaru bagi sejarah ekspor kita. Jadi ini adalah capaian tertinggi selama ini untuk ekspor Indonesia.Pencapaian ekspor bulan ini, memecahkan rekor yang pernah dicapai pada Desember 2010 sebesar 16,83 miliar dollar AS. Berdasarkan year on year, nilai ekspor bulan ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 45,29 persen. Pada bulan Mei tahun lalu, ekspor hanya mencapai 12,62 miliar dollar AS. Sementara itu, berdasarkan sektor, ekspor migas mengalami kenaikan sebesar 13,33 persen dari bulan April 2011 , menjadi 4,1 miliar dollar AS. Kenaikan ini lebih tinggi ketimbang ekspor non-migas dengan persentase sebesar 10,03 persen, menjadi 14,42 miliar dollar AS pada Mei 2011.
Pada ekspor non-migas, peningkatan terbesar terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati dengan nilai 665 ,8 juta dollar AS dari April 2011 . Bahan bakar mineral menempati peningkatan terbesar kedua dengan nilai 511 ,1 juta dollar AS. Secara kumulatif, nilai total ekspor Indonesia selama Januari-Mei 2011 , telah mencapai 80,28 miliar dollar AS. Angka tersebut meningkat 33,37 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan ekspor non-migas masih mendominasi total ekspor sebesar 64,25 miliar dollar AS. Untuk tujuan ekspor non-migas, China menempati posisi pertama dengan nilai mencapai 1,81 miliar dollar AS. Disusul Jepang (1,53 miliar dollar AS) dan Amerika Serikat (1,32 miliar dollar AS). Kontribusi ketiga negara tersebut mencapai 32,75 persen dari total ekspor Indonesia pada Mei 2011 (Kompas Mei, 2011).
Dari perkembangan ekspor Indonesia dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami kemajuan yang cukup signifikan, demikian pula halnya dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin mapan kemungkinan untuk dapat meningkatkan ekspor semakin menjanjikan dan akan terjadi peluang-peluang yang sinergis untuk membangun perekonomian Indonesia Presdien Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ke-4 2011 mencapai 6,5 persen, dan Indonesia telah berhasil mewujudkan target pertumbuhan sepanjang tahun 2011 yang sebesar 6,5 persen. Di saat ekonomi dunia melamban, prestasi ekonomi Indonesia sangat menarik perhatian.
Target pertumbuhan ekonomi Indonesia ini tercapai berkat faktor ekspor, konsumsi, dan investasi. Pada tahun 2011, volume ekspor Indonesia melebihi US$ 200 miliar, meyumbang sepertiga GDP. Karena produk ekspor adalah bahan mentah dan SDA, lemahnya pasar Eropa dan AS tidak menimbulkan dampak serius bagi ekspor Indonesia. Ekspor ke Tiongkok dan India justru terus menguat. Menurut data Biro Pusat Stastistik, pada Oktober 2011, untuk pertama kalinya Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan dengan Tiongkok.
Jumlah penduduk Inodnesia yang 240 juta menyebabkan besarnya kebutuhan konsumsi di dalam negeri. Pada tahun 2011, konsumsi domestik meningkat 4,7 persen.
Indonesia juga menarik banyak investor karena kekayaan batu bara, perunggu, nikel, dan minyak sawit. Modal asing yang diserap pada tahun 2011 mencapai US$ 27,5 miliar, melebihi target semula yang sebesar US$ 26,4 miliar. Angka inflasi di Indonesia sepanjang tahun 2011 juga tercatat sebesar 3,79 persen, lebih rendah daripada prediksi yang sebesar 4,5 persen. Karena inflasi terkendali, bank sentral Indonesia sudah dua kali menurunkan suku bunga agar ekonomi Indonesia tidak terkena dampak pelemahan ekonomi global. Indeks saham Indonesia juga meningkat sebesar 3,2 persen. Jakarta menjadi salah satu bursa terkuat di dunia, hanya lebih rendah daripada New York dan Manila. Ini juga memperlihatkan keadaan ekonomi Indonesia yang semakin membaik.
Bank Indonesia memprediksikan pertumbunan ekonomi untuk 2012 pada kisaran 6,2 hingga 6,7 persen. BI menyatakan akan terus melakukan intervensi di pasar valas dan kredit, mendukung kebijakan stimulasi ekonomi pemerintah, serta mencegah perlambatan pertumbuhan ekonomi. Menteri. Pemerintah Indonesia memasang target ekspor 2012 sebesar US$ 130 miliar.
1.2.Perumusan Masalah
            Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang diatas, maka pokok masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “ANALISIS KAUSALITAS ANTAR EKSPOR DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ” ANALISIS KAUSALITAS ANATAR EKSPOR DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA
1.4.Tujuan dan Manfaat
            Untuk mengetahui pengaruh antara pertumbuhan ekonomi dan ekspor di Indonesia dalam periode 1971-2010.
1.5.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1.      Suatu kesempatan bagi penulis untuk menerapkan teori yang diperoleh diperkuliahan kedalam praktek yang sesungguhnya.
2.      Sebagai tambahan informasi dan bahan masukan bagi mahasiswa/mahasiswi Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3.      Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menjaga dan meningkatkan Pertumbuhan ekonomi dan eksPor di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.PERTUMBUHAN EKONOMI
A.Pengertian
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang

B. Teori dan Model Pertumbuhan Ekonomi

Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku karangannya yang berjudul An Inguiry into the Nature and Causes of the Wealt Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomidan factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith, beberapa ahli ekonomi klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga membahas masalah perkembangan ekonomi

·         Teori Inovasi Schum Peter

Pada teori ini menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalilstik.Dinamika persaingan akan mendorong hal ini.

·         Model Pertumbuhan Harrot-Domar

Teori ini menekankan konsep tingkat pertumbuhan natural.Selain kuantitas faktor produksi tenaga kerja diperhitungkan juga kenaikan efisiensi karena pendidikan dan latihan.Model ini dapat menentukan berapa besarnya tabungan atau investasi yang diperlukan untuk memelihar tingkat laju pertumbuhan ekonomi natural yaitu angka laju pertumbuhan ekonomi natural dikalikan dengan nisbah kapital-output.
·         Model Input-Output Leontief.
Model ini merupakan gambaran menyeluruh tentang aliran dan hubungan antarindustri. Dengan menggunakan tabel ini maka perencanaan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan secara konsisten karena dapat diketahui gambaran hubungan aliran input-output antarindustri. Hubungan tersebut diukur dengan koefisien input-output dan dalam jangka pendek/menengah dianggap konstan tak berubah .

·         Model Pertumbuhan Lewis

Model ini merupakan model yang khusus menerangkan kasus negar sedang berkembang banyak(padat)penduduknya.Tekanannya adalah pada perpindahan kelebihan penduduk disektor pertanian ke sektor modern kapitalis industri yang dibiayai dari surplus keuntungan.

·         Model Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Model ini menekankan tinjauannya pada sejarah tahp-tahap pertumbuhan ekonomi serta ciri dan syarat masing-masing. Tahap-tahap tersebut adalah tahap masyarakat tradisional, tahap prasyarat lepas landas, tahap lepas landas, ahap gerakan ke arah kedewasaan, dan akhirnya tahap konsimsi tinggi.

2.2.EKSPOR
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional. Strategi ekspor digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi lainnya misalnya franchise dan akuisisi.
Kegiatan ekspor terbagi menjadi 2, yaitu:

A.Ekspor langsung

Ekspor langsung adalah cara menjual barang atau jasa melalui perantara/ eksportir yang bertempat di negara lain atau negara tujuan ekspor. Penjualan dilakukan melalui distributor dan perwakilan penjualan perusahaan. Keuntungannya, produksi terpusat di negara asal dan kontrol terhadap distribusi lebih baik. Kelemahannya, biaya transportasi lebih tinggi untuk produk dalam skala besar dan adanya hambatan perdagangan serta proteksionisme.
B.Ekspor tidak langsung
Ekspor tidak langsung adalah teknik dimana barang dijual melalui perantara/eksportir negara asal kemudian dijual oleh perantara tersebut. Melalui, perusahaan manajemen ekspor ( export management companies ) dan perusahaan pengekspor ( export trading companies ). Kelebihannya, sumber daya produksi terkonsentrasi dan tidak perlu menangani ekspor secara langsung. Kelemahannya, kontrol terhadap distribusi kurang dan pengetahuan terhadap operasi di negara lain kurang. Umumnya, industri jasa menggunakan ekspor langsung sedangkan industri manufaktur menggunakan keduanya.

C.Tahap-tahap Ekspor

Dalam perencanaan ekspor perlu dilakukan berbagai persiapan, berikut ini 4 langkah persiapannya:
  1. Identifikasi pasar yang potensial
  2. Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan, SWOT analisis
  3. Melakukan Pertemuan, dengan eksportir, agen, dll
  4. Alokasi sumber daya.

D.Komoditi ekspor Indonesia

Sepuluh komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), produk hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit, otomotif, alas kaki, udang, kakao dan kopi. Namun, pasar internasional semakin kompetitif sehingga sepuluh komoditas ekpor utama Indonesia terdiversifikasi. Komoditas lainnya, yaitu makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan, kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis, minyak atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
2.3.STUDI EMPIRIS
Menurut Anatasia Widhia K.W Debat mengenai peranan ekspor dalam pembangunan ekonomi sudah tampak sejak tahun 1950an. Dalam teori ekonomi makro (macro-economic theory), hubungan antara ekspor dengan pertumbuhan ekonomi dan atau pendapatan nasional merupakan suatu persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan nasional. Tetapi, dalam teori ekonomi pembangunan, keterkaitan kedua variabel tersebut merupakan kasus khusus yang menarik untuk dibahas terutama dalam dataran empiris. Dalam perspektif teori ekonomi pembangunan masalah hubungan kedua variabel tersebut tidak tertuju pada masalah persamaan identitas itu sendiri, melainkan lebih tertuju pada masalah, apakah ekspor bagi suatu Negara akan membuahkan kesejahteraan (kemakmuran) atau malah membawa kesengsaraan bagi negara? Tujuan dari penelitian yang berjudul “Analisis Kausalitas Pertumbuhan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Dengan Pendekatan FPE (Final Prediction Error)” ini adalah: Pertama, mengetahui pengaruh variabel ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya; Kedua, untuk mengetahui kesalahan prediksi akhir dengan keberadaan hubungan ekuilibrium jangka panjang antara ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi.Untuk menguji hipotesis, digunakan Uji Kausalitas Granger dan Uji FPE (Final Prediction Error). Sebelumnya, dilakukan uji stasioneritas yaitu uji akar-akar unit dan uji derajad integrasi. Didapatkan hasil semua data sudah stasioner pada ordo nol pada tingkat level maupun derajad integrasi satu.Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat ekspor riil. Tingginya tingkat pendapatan riil Indonesia selama periode penelitian tidak disebabkan oleh tingginya ekspor riil, namun justru sebaliknya, meningkatnya tingkat pendapatan nasional riil (pertumbuhan ekonomi) mendorong ekspor. Berdasarkan analisa dapat disimpulkan bahwa ekspor secara keseluruhan dipandang dari kacamata ekonomi nasional tidak efisien dalam menopang pembangunan ekonomi Indonesia. Analisis ini juga mendukung hipotesis pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ekspor, yaitu teori yang dikemukakan oleh Gregory N. Mankiw yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri merupakan variabel yang besar kecilnya dapat dikendalikan, sedangkan ekspor merupakan variabel yang tidak dapat dikendalikan (Hipothesis Internally Generated Export) Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: Pertama, adanya penyusunan strategi kebijakan ekspor di Indonesia. Kedua, Memperkuat basis-basis perekonomian nasional dengan studi empirisyang komprehensif.

Hasil penelitian Salamo dan Hutabarat (2007), menunjukkan dalam jangka panjang ekspor, impor, nilai tukar riil, jumlah pekerja dan krisis berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Berdasarkan temuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor adalah mesin pertumbuhan ekonomi atau “Export Led Growth”, nilai tukar riil adalah salah satu faktor daya saing.
Tenaga kerja adalah faktor produksi yang dominan pada perekonomian Indonesia.Hasil penelitian ini mendukung temuan Naomi Oiconta (2006) dengan menggunakan data GDP dan ekspor agregat Indonesia, tahun 1980 sampai
METODOLOGI PENELETIAN
3.1.Ruang lingkup
            Ruang lingkup pembahasan ini adalah meliputi pertumbuhan ekonomi dan ekspor di Indonesia dari tahun 1971-2010.
3.2.Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1971-2010. Sumber data berasal dari badan pusat statistik (BPS) dan sumber-sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
C.Pengolahan data
            Dalam penulisan ini menggunakan program E-views dalam pengolahan datanya.
3.3.Metode Analisis Data
a.Metode Analisis
            Metode analisis dalam penelitian ini adalah Cointegration test dan  Granger Causality Test. Analisis Cointegration test (Johansen test) adalah untuk melihat hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan ekspor dalam jangka panjang. Sedangkan analisis Granger Causality test untuk melihat hubungan timbal balik (causal) antara Pertumbuhan Ekonomi dan ekspor di Indonesia.
            Sebelum dilakukan estimasi terhadap metode Cointegration test dan Granger Causality test t, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1.      Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Uji akar unit dari dickey Fuller maupun Phillips-Perron adalah untuk melihat stasioneritas data time series yang diteliti dengan menggunakan Eviews versi 5. Adapun dari uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut :
DYt = a0 + Yt-1 + iDYt-1+1 + t                                                 (3.1)

Sedangkan untuk uji Phillip-Perron (PP) adalah :
DYt = at + Yt-1 + t                                                                (3.2)
Dimana :
            D = perbedaan atau differensi
            Y = variabel yang diamati pada tingkat periode tertentu
             = operasi kelambanan waktu
            Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null  = 0 untuk ADF dan  = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien  dan  dengan nilai kritis statistik dari Mackinnon maka data tersebut stasioner dan sebaliknya maka data tidak stasioner.
  1. Uji kointegrasi (Cointegration Test)
Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui hubungan keseimbangan dalam jangka panjang antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor di Indonesia dengan menggunakan Johansen test. Untuk menentukan jumlah arah kointegrasi tersebut maka Johansen menyarankan untuk melakukan dua uji statistik.
            Uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test,  trace) yaitu menguji hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :
trace(r) = -T                                                                        (3.3)
Dimana r+1,. . ., n adalah nilai egeinvectors terkecil (p-r). Null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vektor kointegrasi lebih kecil atau sama dengan r, dimana (r = 0,1,2 dan seterusnya).
            Untuk uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (max) yang dilakukan dengan formula sebagai berikut :
max (r, r+1) = -T in (1-r+1)                                                                (3.4)
            Uji berdasarkan pada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vektor kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vektor kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistic dan Max-Eigen statistik dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat kepercayaan 5 persen.
3.      Uji Granger Causality
Pengujian ini dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor di Indonesia, sehingga dapat diketahui kedua variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak saling mempengaruhi. Berikut ini metode Granger Causality Test seperti berikut ini:
            PEt = iPEt-i + jEKSt-j + t                                               (3.5)
            EKSt = iEKSt-i + jPEt-j + vt                            (3.6)
            Dimana :
                        PE = Pertumbuhan Ekonomi (%)
                        Eks      = Ekspor(Miliar)
                        , v      = error of term
                                    Dimana t dan vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi parsial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi linear diatas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaann adalah sebagai berikut :
1.      Jika j  0 dan j = 0
Maka terdapat kausalitas satu arah dari PE ke EKS
2.      Jika j = 0 dan j  0
Maka terdapat kausalitas satu arah dari EKS  ke PE.
3.      Jika j 0 dan j = 0
Maka PE dan EKS  bebas antara satu dengan yang lainnya.
4.      Jika j  0 dan j    0
Maka terdapat kausalitas dua arah antara PE ke EKS
3.4.Defenisi Oerasional
1.Pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor
produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian perkembangan ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya. (Sadono Sukirno, 1994;10).
2.Eksor adalah proses tukar menukar barang dan jasa antar Negara yang satu dengan Negara lain dengan tujuan tertentu dan kesepakatan bersama.
  
B A B IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Uji Akar Unit (Unit  Root Test)
Uji stasioner ini digunakan untuk mengetahui apakah data PDRB dan Inflasi di Sumatera utara stasioner atau tidak. Pengujian yang dikembangkan oleh Dickey Fuller ini dilakukan untuk menghindari model yang lancung atau tidak efisien.
Berikut ini hasil dari uji ADF pada tabel dibawah ini :
Uji akar unit
Variable
Critical Value
ADF
Derajat integrasi
PE
-4.25879
-7.824175
1st difference
Ekspor
-3.568379
-3.774775
1st difference
Sumber           : Lampiran 2 dan 3
*,**,*** signifikan pada α= 1%, 5%, 10%

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai ADF statistik untuk kedua variabel tersebut yaitu Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor signifikan pada α = 1%, dan α =5%. Hasil ini menunjukkan nilai ADF statistik lebih besar dari nilai kritisnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data telah stasioner.
 
4.2.Uji Kointegrasi (cointegration test)
Setelah diketahui bahwa baik data Pertumbuhan Ekonomi dan Eksor keduanya stasioner, maka selanjutnya akan diuji apakah ada hubungan keseimbangan jangka panjang antara dua variabel tersebut dengan menggunakan Johansen test.











Hypothesized

Trace
0.05

No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**










None *
 0.661144
 49.71359
 15.49471
 0.0000
At most 1 *
 0.230050
 9.672878
 3.841466
 0.0019










Sumber           : Lampiran 4

Dari hasil uji kointegrasi diatas dapat di lihat bahwa nilai Trace Statistic lebih besar dari Critical Value pada  = 1 %. Dengan demikian dapat disimpulkan adanya hubungan keseimbangan dalam jangka panjang antara  Pertubuhan Ekonomi dan Eksor di Indonesia.

4.3.Uji Kausalitas Granger  (Granger Causality Test)
Uji Granger Causality digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara variabel-variabel yang diteliti yakni Pertumbuhan Ekonomi dan Eksor di Indonesia. Melalui uji ini dapat dilihat apakah kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan (tidak saling mempengaruhi). Hasil pengujian granger causality dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

  Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability








  DPE does not Granger Cause DEX
37
 0.10376
 0.90174
  DEX does not Granger Cause DPE
 0.59526
 0.55741
Sumber           : Lampiran 5




Berdasarkan hasil uji granger causality di atas, tidak terjadi kausalitas timbal balik antara variabel Pertumbuhan ekonomi dengan variable ekspor.
 BAB V
KESIMULAN DAN SARAN
            Berdasarkan analisis dan pembahasan yang kami lakukan, maka kami dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1.      Berdasarkan hasil uji akar unit (Unit Root Test) menunjukkan bahwa variabel yang diteliti, yakni Pertumbuhan Ekonomi sudah stasioner pada derajat integrasi 1st difference dan Inflasi  sudah stasioner pada derajat integrasi 1st difference.
2.      Berdasarkan uji kointegrasi (Cointegration test), bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan variabel Ekspor di Indonesia mempunyai hubungan keseimbangan dalam jangka panjang.
3.      Berdasarkan Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) yang dilakukan pada variabel Pertumbuhan Ekonomi dan variabel ekspor, menunjukkan tidak adanya hubungan saling mempengaruhi antara pertumbuhan ekonomi dengan ekspor.



DAFTAR PUSTAKA
1.Anatasia Widhia K.W, jurnal “Analisis kausalitas pertumbuhanekspor terhadap pertumbuhan ekonomi  di indonesia dengan pendekatan FPE (final prediction error)
2.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 9, No. 1 April 2010 : 7178 oleh: Syarifuddin A. BakarAnalisis Kausalitas antara Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
3. Hasil penelitian Salamo dan Hutabarat (2007)
4.Hasil peneliian Naomi Oiconta (2006)


Lampiran
Lampiran 1.
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
Ekspor
1971
11.33
1233.6
1972
44.1
1777.7
1973
80.61
3210.8
1974
90.03
7426.3
1975
-4.36
7102.5
1976
20.33
8546.5
1977
26.98
10852.6
1978
7.28
11643.2
1979
33.89
15590.1
1980
53.63
23950.4
1981
5.06
25164.5
1982
-11.27
22328.3
1983
-5.29
21145.9
1984
3.5
21887.8
1985
-15.08
18586.7
1986
-20.34
14805
1987
15.74
17135
1988
12.15
19218.5
1989
15.29
22158.9
1990
15.86
25675.3
1991
13.5
29142.4
1992
16.55
33967
1993
8.4
36823
1994
8.77
40053.4
1995
13.39
45418.8
1996
9.68
49814.8
1997
7.28
53443.6
1998
-8.59
48665.4
1999
-0.37
48665.4
2000
27.65
62124
2001
-9.34
56320.9
2002
1.48
57158.8
2003
6.82
61058.8
2004
17.23
71548.6
2005
19.66
85660
2006
17.67
100798.6
2007
13.19
114100.9
2008
19.86
136761.7
2009
4.9
111649
2010
6.1
111157


Lampiran 2.

Null Hypothesis: D(DEX) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)













t-Statistic
  Prob.*










Augmented Dickey-Fuller test statistic
-3.134343
 0.1175
Test critical values:
1% level

-4.309824


5% level

-3.574244


10% level

-3.221728











*MacKinnon (1996) one-sided p-values.











Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(DEX,2)


Method: Least Squares


Date: 01/16/12   Time: 11:23


Sample (adjusted): 1982 2010


Included observations: 29 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










D(DEX(-1))
-7.079230
2.258601
-3.134343
0.0057
D(DEX(-1),2)
5.617049
2.174737
2.582863
0.0188
D(DEX(-2),2)
5.157078
2.040493
2.527369
0.0211
D(DEX(-3),2)
4.615258
1.907155
2.419970
0.0263
D(DEX(-4),2)
4.040177
1.765684
2.288166
0.0344
D(DEX(-5),2)
3.023723
1.549600
1.951293
0.0668
D(DEX(-6),2)
2.195389
1.230936
1.783511
0.0914
D(DEX(-7),2)
0.915916
0.801737
1.142415
0.2683
D(DEX(-8),2)
1.050943
0.431411
2.436059
0.0255
C
-1998.518
4576.931
-0.436650
0.6676
@TREND(1971)
108.1190
186.0369
0.581169
0.5683










R-squared
0.917049
    Mean dependent var
1095.410
Adjusted R-squared
0.870965
    S.D. dependent var
19731.24
S.E. of regression
7087.736
    Akaike info criterion
20.85182
Sum squared resid
9.04E+08
    Schwarz criterion
21.37045
Log likelihood
-291.3513
    F-statistic
19.89961
Durbin-Watson stat
2.082155
    Prob(F-statistic)
0.000000











Lampiran 3.

Null Hypothesis: D(DPE) has a unit root

Exogenous: Constant, Linear Trend

Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=9)













t-Statistic
  Prob.*










Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.063188
 0.0013
Test critical values:
1% level

-4.252879


5% level

-3.548490


10% level

-3.207094











*MacKinnon (1996) one-sided p-values.











Augmented Dickey-Fuller Test Equation

Dependent Variable: D(DPE,2)


Method: Least Squares


Date: 01/16/12   Time: 11:24


Sample (adjusted): 1977 2010


Included observations: 34 after adjustments











Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.  










D(DPE(-1))
-3.083313
0.608967
-5.063188
0.0000
D(DPE(-1),2)
1.203062
0.457860
2.627574
0.0138
D(DPE(-2),2)
0.420351
0.280859
1.496663
0.1457
D(DPE(-3),2)
0.108400
0.124550
0.870332
0.3915
C
5.330980
8.417830
0.633296
0.5317
@TREND(1971)
-0.200696
0.341329
-0.587983
0.5613










R-squared
0.875134
    Mean dependent var
-3.027059
Adjusted R-squared
0.852836
    S.D. dependent var
49.72158
S.E. of regression
19.07417
    Akaike info criterion
8.893332
Sum squared resid
10187.07
    Schwarz criterion
9.162690
Log likelihood
-145.1866
    F-statistic
39.24796
Durbin-Watson stat
2.085860
    Prob(F-statistic)
0.000000










Lampiran 4.

Date: 01/16/12   Time: 11:26


Sample (adjusted): 1974 2010


Included observations: 37 after adjustments

Trend assumption: Linear deterministic trend

Series: DEX DPE 



Lags interval (in first differences): 1 to 1






Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)











Hypothesized

Trace
0.05

No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**










None *
 0.661144
 49.71359
 15.49471
 0.0000
At most 1 *
 0.230050
 9.672878
 3.841466
 0.0019










 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
 * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
 **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values






Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue)










Hypothesized

Max-Eigen
0.05

No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
Critical Value
Prob.**










None *
 0.661144
 40.04071
 14.26460
 0.0000
At most 1 *
 0.230050
 9.672878
 3.841466
 0.0019










 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
 * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
 **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values






 Unrestricted Cointegrating Coefficients (normalized by b'*S11*b=I): 










DEX
DPE



-1.03E-05
 0.069302



 0.000222
-0.005029


















 Unrestricted Adjustment Coefficients (alpha): 











D(DEX)
-3.511561
-4090.521


D(DPE)
-24.31733
-4.274006

















1 Cointegrating Equation(s): 
Log likelihood
-545.5973











Normalized cointegrating coefficients (standard error in parentheses)
DEX
DPE



 1.000000
-6723.029




 (834.137)








Adjustment coefficients (standard error in parentheses)

D(DEX)
 3.62E-05




 (0.01530)



D(DPE)
 0.000251




 (3.5E-05)













Lampiran 5.


Pairwise Granger Causality Tests
Date: 01/14/12   Time: 19:05
Sample: 1971 2010

Lags: 2










  Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability








  LEX does not Granger Cause LPE
22
 4.82868
 0.02185
  LPE does not Granger Cause LEX
 0.40811
 0.67125